Makalah : Netralitas TNI / POLRI Dalam Pemilu 2009

March 7, 2009 at 2:21 pm (Makalah ku, sebaiknya kita tahu)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memasuki pertengahan tahun 2009, negara Indonesia belum juga bisa lepas dari berbagai rentetan masalah-masalah, dari mulai masalah politik hingga meluas sampai masalah kemanusiaan seperti kesehatan dan bencana alam. Khusus dalam masalah politik, sepertinya pemerintah Indonesia harus segera mengambil tindakan tegas, apakah akan bergerak cepat untuk menyelesaikan problem politik, atau menunda sejenak untuk melangkah menuju sesuatu yang lebih penting. Pasalnya, tahun ini Indonesia bakal melaksanakan kegiatan besar yang melibatkan seluruh warga negara Indonesia dari berbagai lapisan untuk ikut serta dalam perayaan pesta lima tahunan.
Pada tahun ini seluruh rakyat Indonesia akan menjadi saksi lahirnya suatu demokrasi, pemilihan umum dan pemilihan presiden secara langsung untuk menentukan nasib rakyat dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Melalui Pemilu, rakyat dapat memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Berbicara mengenai pemilu sebagai prektek pelaksanaan kegiatan politik, tentunya tidak bisa lepas dari adanya suatu mekanisme yang secara sistematis mengendalikan dan menjadi penggerak dari kegiatan politik tersebut yang kemudian disebut sebagai pemerintah. Banyak sekali organ-organ yang ada dalam pemerintahan suatu negara, salah satunya ialah militer. Tanpa bermaksud mengkait-kaitkan satu mesalah dengan mesalah yang lain. Namun jika kita mau melihat lebih jauh kedalam, sejarah mengatakan bahwa begitu besarnya peranan militer dalam kehidupan politik nasional.

Pemilu merupakan proses demokrasi yang sarat dengan muatan politik, saling berebut pengaruh dan adanya untuk meraih suatu posisi, kedudukan dan kekuasaan. Itulah sebabnya kehadiran Pemilu yang demokratis, terbuka, jujur dan adil yang dilaksanakan secara Langsung Umum Bebas dan Rahasia menjadi suatu tuntutan terhadap suksesnya Pemilu, yang dapat melahirkan kepercayaan rakyat. Persoalannya mengapa Netralitas TNI-Polri diperlukan dalam Pemilu?

Sejarah Pemilu dan Kaitannya dengan Militer (TNI/POLRI)

Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan umum (Pemilu) dari tahun ke tahun selalu memberikan nuansa yang berbeda dalam setiap pelaksanaannya. Dari pemilu pertama yaitu tahun 1955 hingga pemilu yang paling terakhir yaitu tahun 2004 lalu, selalu memiliki sisi lain yang sangat menarik untuk dikaji
Berkaitan dengan pelaksanaan pemilu tahun ini, ada satu hal yang sangat menarik sekali untuk dikaji. Suatu keadaan yang agak berbeda dengan kondisi pemilu pada tahun-tahun sebelumnya. Dimana banyak sekali pihak yang membahas akan netralitas dari golongan militer (TNI/POLRI) dalam pemilu 2009. Tulisan dari berbagai surat kabar pun tak henti-hentinya mengkaji dan mempertanyakan netralitas TNI/POLRI dalam pemilu tahun ini. Bahkan sebuah himbauan langsung datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui sebuah kesempatan pidato kenegaraan beberapa minggu yang lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan agar jajaran TNI dan Polri terus menjaga netralitas mereka dalam Pemilu 2009. Presiden juga menekankan agar para elite TNI dan Polri tidak ikut berpartisipasi dalam Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.
Jelas hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi Pemilu pada tahun-tahun sebelumnya. Dimana peranan golongan militer masih sangat terasa sekali dalam kehidupan politik nasional. Lalu, apakah sebabnya TNI dan POLRI harus netral dalam Pemilu dan Pilpres 2009 ??!

BAB II

PERMASALAHAN

Pro-Kontra Netralitas TNI/POLRI

Awal mula diangkatnya tema ini sebagai bahan makalah adalah karena banyak sekali pertanyaan yang muncul dari banyak pihak dan ketidaktahuan dari beberapa orang akan netralitas TNI dan Polri dalam Pemilu dan Pilpres 2009 ini. Apabila diruntut dari kejadiannya wajar jika banyak pihak mempertanyakan langkah yang diambil oleh TNI dan Polri tersebut, mengingat hal demikian tidak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Pasal 318, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyatakan bahwa anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih dalam Pemilu 2009.
Kenetralan tersebut tak ayal menghadirkan reaksi yang beranekaragam dari sejumlah kalangan masyarakat. Ada yang Pro, namun tak sedikit pula dari mereka yang tidak sepaham dengan keputusan tersebut. Menariknya, sebagian dari mereka yang kontra akan netralitas TNI/POLRI, mengangkat masalah hak dan kewajiban sebagai ‘problem’ dasar yang harus menjadi kajian pemerintah dalam menetapkan keputusan tersebut.

Pencabutan Hak Pilih Tak Sesuai Dengan UUD 1945

Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia.

Militer, yang terdiri dari TNI dan Polri adalah juga termasuk warga negara Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kegiatan kenegaraan, termasuk dalam Pemilu dan Pilpres. Menolak anggota TNI/POLRI menggunakan hak pilihnya sama dengan menjauhkan militer dari penegakan demokrasi. Memang betul, politik TNI dan Polri adalah politik negara, bukan politik partisan. Akan tetapi politik negara TNI bukan berarti menghilangkan hak asasi anggota militer untuk menggunakan hak pilihnya
Dalam era reformasi, partai politik merupakan prasyarat dalam setiap pemilu dan komponen penting dalam penegakan demokrasi. Oleh sebab itu semua anggota masyarakat harus terlibat menggunakan hak pilihnya dengan memilih partai politik dalam setiap pemilu.

BAB III

PEMBAHASAN

Aturan di Luar UUD 1945 Tentang Netralitas TNI dan POLRI

Netralnya TNI dan Polri dalam pemilu 2009 bukanlah tanpa sebab. Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu peraturan yang membatasi golongan militer untuk tidak ikut serta berpartisipasi dalam pemilu 2009. Dalam Pasal 381, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyatakan bahwa anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih dalam Pemilu 2009.
Selain itu Pemerintah juga telah menetapkan peraturan dalam suatu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000, tentang Peran Serta Tentara Nasional Indonesia Dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana dalam Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Masih dalam ketetapan yang sama. Selanjutnya dalam Pasal 10 juga terdapat aturan yang menyatakan bahwa : (1). Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. (2). Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hal memilih dan dipilih. Keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat paling lama sampai dengan tahun 2009. (3). Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah menggundurkan diri atau pensiun dari tugas kepolisian.

Sementara itu, netralitas polisi juga ditegaskan dalam surat-surat kapolri bernomor R/1475/VII/08 tanggal 7 Juli 2008, TR/2351/XI/2008 tanggal 18 November 2008, dan ST/979/XI/2008 tanggal 5 November 2008 yang diterbitkan Kapolri kepada jajaran kepolisian di daerah-daerah.

Pencabutan Hak dan Netralitas TNI/POLRI Tidak Bertentangan Dengan UUD 1945

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No.10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. Dan Ketetapan MPR/VII/2000 tentang Peran Serta Tentara Nasional Indonesia Dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana dalam masing-masing isinya menyatakan bahwa TNI dan POLRI tidak boleh ikut serta dalam kegiatan politik.
Hal ini kemudian memunculkan reaksi dari beberapa pihak yang menyatakan bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945. Golongan ini berpendapat bahwa pencabutan hak pilih pada golongan militer adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia. Karena tidak sesuai dengan UUD 1945, yang merupakan aturan dasar Negara Republik Indonesia.
Menanggapi masalah itu, ada beberapa hal yang perlu diluruskan. Pertama, UUD 1945 adalah memang hukum dasar Negara Republik Indonesia yang memuat aturan-aturan dan garis besar penyelenggaraan kehidupan negara dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Namun demikian, UUD 1945 sebagai hukum dasar juga masih memerlukan suatu hukum pelaksana, yang selanjutnya dalam Hukum Tata Negara Indonesia disebut sebagai Aturan Hukum Pelaksana. Yang mana melalui atauran inilah kegiatan-kegiatan kenegaraan dapat terlaksana. Beberapa contoh yang temasuk dalam Aturan Hukum Pelaksana adalah Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Desa, Kepres, PP dan masih banyak lagi.

Kedua, apabila dilihat dari tugasnya, posisi TNI dan Polri adalah sebagai alat pertahanan negara dan alat keamanan, jadi sudah selayaknya mereka tidak memilih dan dipilih. Penggunaan hak memilih dan dipilih dalam Pemilu bagi anggota TNI/Polri hanya justru akan menimbulkan friksi di tubuh TNI/Polri. Apalagi situasi politik Indonesia saat ini masih dalam masa transisi menuju demokratisasi.
Jadi anggota TNI/Polri itu harus profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. Apabila mereka ikut memilih dan dipilih dalam Pemilu, pasti ada keberpihakan mereka terhadap partai tertentu. Dan tentu saja hal ini akan menimbulkan konflik antara sipil dengan militer.

Kausalitas Netralnya TNI/POLRI

Tidak akan ada asap apabila tidak ada api. Sebuah pameo yang menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat dalam setiap peristiwa. Begitu juga dengan keluarnya Keputusan Pemerintah yang mengatur tentang Netralitas Militer dalam pemilu 2009. Agaknya perlu melihat sedikit kebelakang untuk mengetahui penyebab munculnya peraturan tersebut.
Pada masa Orde Baru misalnya, begitu besarnya peranan ABRI (TNI dan POLRI) dalam kehidupan politik. Bersama-sama “Golongan Karya” (Golkar), sebagai kekuatan politik, dijadikan oleh Jendral Soeharto sebagai penopang utama kekuasaan pemerintahannya selama lebih dari tiga puluh tahun. Sedemikian besarnya pengaruh politik militer tersebut, sehingga perlahan-lahan tapi ajeg (pasti) telah tercipta suatu tradisi dan budaya militer, yang berkarakter komando, pada banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Kiranya hal itu juga bisa terjadi pada era sekarang apabila Pemerintah tidak membatasi hak-hak TNI dan Polri untuk ikut serta dalam Pemilu. Entah disadari atau tidak, dominasi militer sedikit banyak juga masih mewarnai aktivitas politik dalam Pemilu 2009 ini.

Sebagai contoh kecil, dapat kita lihat bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah sosok Presiden yang memiliki latar belakang militer. SBY memang bukan satu-satunya capres berlatar belakang militer. Masih ada beberapa nama pensiunan jenderal yang ikut bertarung. Sebut saja semisal Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso dan Slamet Subijanto. Belum lagi masih ada sederet nama jenderal purnawirawan yang juga ikut sibuk terlibat dalam tim sukses.
Bayangkan saja jika TNI dan Polri memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemilu. Bukan tidak mungkin, karena adanya rasa solidaritas dalam badan militer atau rasa fanatik yang berlebihan, kejadian pada masa Orde Baru akan terulang kembali.
Belum lagi, sistem komando yang kuat dalam lingkup TNI. Bisa jadi, TNI nantinya dijadikan sebagai sarana mobilisasi massa untuk mengumpulkan suara. Contoh kasus betapa TNI dan Polri sangat berpengaruh dalam pengumpulan suara, terjadi pada Pemilu 2004 lalu. Seorang anggota Polri bisa memengaruhi pemilih di lingkungan keluarganya yang menggunakan hak pilih.
Trauma seperti inilah yang kemudian menjadi landasan kenapa TNI dan Polri tidak harus diberikan hak memilih dalam pemilu. Bahkan, suara mayoritas masyarakat, yang tercermin dari sebuah hasil poling harian terkemuka di Jakarta mengharap agar hak memilih TNI dan Polri ditiadakan pada Pemilu 2009 nanti.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Hakikatnya TNI dan Polri adalah alat negara yang memiliki peranan yang sangat besar dalam bidang pertahanan dan keamanan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan alat negara yang memiliki peran dalam menjaga pertahanan negara. Sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Keduanya memiliki keterkaitan kegiatan dimana antara TNI dan Polri harus saling bekerja sama dan saling membantu.
Pro kontra terhadap pemberian hak pilih TNI merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Meski demikian, penegakan demokrasi jangan sampai melanggar prinsip penting dalam demokrasi itu sendiri, yaitu prinsip keadilan
Netralitas TNI merupakan amanah dalam pelaksanaan Reformasi Internal TNI. Hal ini merupakan tuntutan professional antara lain tidak berpolitik praktis sebagaimana yang telah ditetapkan sesuai dengan UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Berpatokan pada UU tersebut, maka anggota TNI diharapkan benar-benar mampu menetapkan diri pada posisi netral diberbagai bidang pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, baik dalam hubungan perorangan maupun satuan serta tidak terlibat dalam penyelesaian persoalan diluar kewenangan TNI sesuai dengan peran, fungsi dan tugas TNI.

Saran

Anggota TNI dan Polri itu harus profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. Taat dan patuh pada aturan hukum yang berlaku. Serta tetap bersikap netral terhadap kegiatan politik nasional. Karena netralitas TNI-Polri menjadi suatu jaminan pertaruhan terhadap tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mengingat Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika itu adalah harga mati.

————————————-

Daftar Pustaka

Muhaimin, A., Yahya, 2002. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wresniwiro, Drs., 2002. Menuju Polisi Masa Depan, Jakarta: Mitra Bintibmas
UU No. 10 Tahun 2008, tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0206/10/sh04.html
pemilu.okezone.com /Senin, 9 Februari 2009 – 11:40 wib/  Kapolri Siap Tindak Tegas Polisi yang Ikut Parpol
http://www.hukumonline.com/
http://www.inilah.com/
http://www.tempointeraktif.com/

Permalink Leave a Comment